The Perks Of Being A Wallflower




Tenggelam dalam keramaian, nggak eksis dan cenderung invicible. Itulah yang dirasakan Charlie, seorang introvert yang baru saja melalui hari pertamanya di sekolah sebagai siswa junior. It’s not an easy thing buat Charlie yang merasa socially awakward dengan lingkungan barunya. Canggung, kikuk, dibully dan yang paling parah adalah ketika jam makan siang gak ada seorangpun yang mau duduk semeja sama dias, bahkan kakaknya sekalipun. Ngerasa shit banget kan?

Film yang bersetting awal tahun 90an ini, dibuka dengan Charlie (Logan Lerman) yang lagi nulis surat buat teman imajinasinya. Charlie bercerita tentang ketakutannya memasuki babak baru dalam hidupnya: high fuckin' school. Menjadi remaja yang punya masalah depresi, berhasil membuat Charlie memasuki hari pertamanya di sekolah dengan tekad: menghitung hari hingga kelulusan di SMA segera tiba.



The Invicible Charlie

Rasa depresi yang dipunya Charlie lebih sekedar rasa insecurity ala ABG pada umumnya. Selain merasa bersalah akan kasus suicide satu-satunya sahabat yang dimiliki, ada trauma di masa kecil yang pelan-pelan akan terkuak seiring berjalannya film. No friends at school, Charlie memilih untuk menjadi invicible, menerima bully dengan senang hati dan memilih berteman dengan guru bahasa Inggrisnya, Mr. Anderson (Pul Rudd) yang kemudian selalu meminjamkan buku kepada Charlie.

Masalah yang paling besar di sekolah Charlie adalah senioritas. Untungnya di antara senior yang suka ngebully ada satu senior yang rada gokil. Di kelas pertukangan Charlie ketemu sama sosok flamboyan bernama Patrick (Ezra Miller), seorang senior yang ga lulus-lulus, tipikal easy going person yang kayanya ngerti banget cara nikmatin hidup.

Waktu lagi nonton pertandingan bola (yang lagi-lagi sendirian) Charlie ketemu sama Patrick dan diperkenalkan sama Sam (Emma Watson) yang ternyata adalah saudara tiri Patrick. Sam akhirnya tau kalo Charlie gak punya temen sama-sekali. Satu-satunya temen yang dipunya Charlie ternyata bunuh diri di tahun sebelumnya. Mengetahui hal ini Patrick akhirnya mengundang Charlie untuk bergabung dengan ganknya,para senior lain yang bisa dibilang jahil.

Charlie, Patrick dan Sam akhirnya akrab dan menyebut pertemanan mereka sebagai “the island of misfit toys”. Selain berteman dnegan Patrick dan Sam, Charlie juga diperkenalkan dengan senior-senior lainnya. Ada Mary Elizabeth, seorang cewe skinhead yang meskipun ngefans banget sama musik punk tapi seorang penganut sejati ajaran Budha, Bob yang suka ngadain party dan Alice yang suka banget sama vampir tapi punya hobi nyuri celana jeans di mall (meskipun orangtuanya berada).



Kehidupan high school Charlie akhirnya berubah setelah mengenal gank ini. Charlie diperlakukan sebagai saudara bungsu dan belajar gimana cara nikmatin hidup easy going ala anak muda, termasuk di dalamnya teler.

Seiring berjalannya waktu Charlie juga makin sadar sama satu hal, dia diam-diam naksir berat sama Sam. Charlie yang kutu buku langsung klik sama Sam yang hipster (mereka sama-sama suka musik The Smiths, Air Supply dll). Charlie juga tahu bahwa ternyata Sam pernah mengalami masa lalu yang hampir sama dengan dirinya, yang makin ngebuat Charlie naksir sama Sam. Pada hari Natal Charlie ngasih hadiah Sam piringan hitam The Beatles dan Sam ngasih hadiah Charlie mesin ketik, dengan janji bahwa someday kalo Charlie udah jadi penulis sukses, dia harus nulis cerita mereka bertiga.

Tapi yang namanya reality ngga selamanya berjalan mulus. Kehidupan Charlie akhirnya diuji sama beberapa hal, antara lain rasa cemburu sama Sam yang ternyata udah punya cowok, cinta segi tiga dengan Mary Elizabeth, kenyataan bahwa Patrick dan Sam akan lulus ninggalin dia yang masih junior dan yang paling parah... mengatasi trauma masa kecilnya.

Aku suka filmnya dan cukup setuju dengan rating tinggi yang dikasih buat film ini. Ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari film ini, banyak banget. Tapi tenang aja, film ini bukan tipikal film yang sedih mewek penuh dramatisasi, melainkan lebih ke film yang menginspirasi. Support by the perfect song selections, the painfully honest dialogue, and akting yang luar biasa dari trio Lerman, Watson dan Miller, ngebuat film ini makin punya bobotnya sendiri. Cukup bisa menggambarkan bagaimana harapan dan persahabatan dari sekumpulan anak muda "buangan" yang ngga takut buat mengekspresikan diri bisa terwujud.





Film ini menggambarkan bagaimana seseorang remaja bisa bertransformasi dari seseorang yang takut untuk menghadapi dunianya menjadi remaja yang bersemangat untuk menikmati masa mudanya. Permasalahan anak muda kaya misalkan insecurity, deal with sex, drugs sampai jati diri diperlihatkan di film ini. Bagaimana Patrick dengan bangga menjadi openly gay (dan harus backstreet sama pacarnya; pemain football paling populer di sekolah), bagaimana Sam dan Charlie sama-sama berbagi perasaan sebagai korban abuse dimasa kecil, bagaimana Charlie akhirnya bisa stand up ngelawan senior buat ngebelain temen-temennya dan bagaimana masa high school bisa menjadi begitu penting buat diri seseorang.



Harus diakui, akting Emma Watson di film ini benar-benar berhasil menghapus sosok Hermione Granger. Di sini Emma bener-bener jadi bad-ass. Begitu pula Logan Lerman, dia berhasil bikin sosok Charlie jadi relate ke semua orang yang pernah mengalami masa remaja yang bumpy. It doesn't matter where you came from, but how you choose where we're going next.

disadur dari: https://mraldilatebeh.blogspot.com

Komentar

Postingan Populer